Terbaru

Mistik Kita hadir untuk Anda. Dengan harapan memberi keajaiban dan inspirasi dalam kehidupan Anda.

More

Thursday, December 18, 2014

Perkembangan Politik, Ekonomi, dan Sosial Masyarakat Indonesia pada Masa Reformasi

Perkembangan Masyarakat Indonesia Masa Reformasi


A. Perkembangan Politik, Ekonomi, dan Sosial Masyarakat Indonesia pada Masa Reformasi
Mundurnya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan menjadi awal bergulirnya reformasi. Peristiwa ini dimaknai oleh bangsa Indonesia sebagai usaha penataan kembali kehidupan berbangsa dan bernegara. Penataan tersebut meliputi bidang politik ketatanegaraan, ekonomi, sosial, partisipasi masyarakat, kebebasan pers, pemerintah daerah, serta bidang-bidang yang lain. Berikut ini akan dipaparkan mengenai perubahan yang telah diraih oleh Indonesia pasca gerakan reformasi. Perubahan tersebut meliputi bidang politik, ekonomi, hukum, otonomi daerah, serta kedudukan militer.


1. Reformasi dalam Bidang Politik
Prestasi yang dicapai dari gerakan reformasi dalam bidang politik sebagai berikut.
a. Menegakkan kembali demokrasi yang bertumpu pada partisipasi rakyat secara aktif dalam proses politik, pemberian ruang dan kebebasan mengeluarkan pendapat secara lisan maupun tulisan seperti yang dijamin dalam UUD 45 pasal 28. Usaha-usaha nyata yang dilakukan oleh pemerintah dalam reformasi di bidang politik sebagai berikut.
1) Diterbitkannya UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik. Melalui UU ini, masyarakat diperbolehkan membentuk partai-partai politik sebagai sarana aspirasi politik dan menyuarakan kepentingan rakyat.
2) Diterbitkannya UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Berpendapat di Muka Umum. Melalui UU ini, rakyat mulai terbiasa dengan unjuk rasa, demonstrasi, dan dialog interaktif.
b. Menciptakan Clean Goverment atau pemerintah yang bersih dan berwibawa serta bertanggung jawab. Hal itu dilakukan melalui:
1) keluarnya Tap MPR No. IX/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Pemerintah yang Bersih dan Bebas dari KKN;
2) UU No. 12 tahun 1999 tentang Kebolehan Pegawai Negeri Sipil Berpartisipasi dalam Partai Politik sebagai Sarana Menyampaikan Aspirasinya. c.     Kebijakan politik paling kontroversial yang ditempuh pemerintah Indonesia pasca reformasi adalah tawaran pelaksanaan jajak pendapat (referendum) di Timor Timur. Upaya tersebut dilakukan untuk untuk menyelesaikan kasus Timor Timur. Hasil referendum adalah Timor Timur lepas dari wilayah Indonesia dan berdiri sebagai negara sendiri. Dasar hukum pelepasan Timor Timur dan pangkuan Indonesia adalah Tap MPR No. V/MPR/1999 tentang Pencabutan Tap MPR No. VI/MPR/1978. Tap MPR No. VI/MPR/1978 berisi tentang Penggabungan Timor Timur ke NKRI dinyatakan sudah tidak berlaku lagi.
2. Reformasi dalam Bidang Ekonomi
Kemerosotan ekonomi dan moneter pada akhir pemerintah. Soeharto dan awal reformasi coba diatasi oleh para pemimpin nasional. Mereka mengadakan serangkaian kebijakan ekonomi. Kebijakan tersebut diharapkan mampu mengeluarkan Indonesia dan krisis ekonomi. Melalui kebijakan ekonomi, diharapkan bangsa Indonesia mampu menuju kehidupan ekonomi yang lebih stabil sebagai pilar pembangunan. Adapun kebijakan ekonomi yang diambil sebagai berikut.
a. Optimalisasi fungsi dan kinerja BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasiona l) dengan memberikan sanksi yang tegas kepada bank-bank yang tidak mematuhi aturan perbankan nasional.
b   Mendorong terjadinya efesiensi di berbagai sektor. Efisiensi ini dilakukan dengan mencabut puluhan Kepres atau Peraturan Daerah yang dianggap hanya menguntungkan golongan tertentu seperti kasus PAM DKI, PPPC (Badan yang bergerak dalam sektor distribusi cengkeh) yang dimonopoli keluarga Cendana, Mobil Timor, dan sebagainya.



Untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan masyarakat, pemerintah mengadakan beberapa kebijakan. Kebijakan ini bertumpu pada usaha-usaha perbaikan dan pemantapan ekonomi kerakyatan melalui tindakan sebagai berikut.
a. Perluasan lapangan kerja secara terusmenerus melalui investasi dalam dan luar negeri seefisien mungkin.
b. Penyediaan barang-barang kebutuhan pokok rakyat sehari-hari untuk memenuhi permintaan pada harga yang terjangkau.
c. Penyediaan fasilitas umum seperti rumah, air minuet, listrik, bahan bakar, komunikasi, angkutan umum dengan harga yang terjangkau.
d. Penyediaan ruang sekolah, pemerataan guru dan tenaga kependidikan di seluruh wilayah Indonesia, buku-buku untuk pendidikan dengan harga yang terjangkau.
e. Penyediaan fasilias kesehatan masyarakat melalui pembukaan klinik, tersedianya dokter dan tenaga kesehatan, obat-obatan dengan harga yang terjangkau.
3. Reformasi dalam Bidang Hukum
Asas persamaan hukum bagi tiap warga negara diupayakan dapat berjalan maksimal. Peradilan yang bebas dari tekanan dan kepentingan kelompok diupayakan melalui usaha-saha sebagai berikut.
a. Rekruitmen personal penegak hukum yang profesional dan penggantian aparat penegak hukum yang dianggap tidak profesional.
b. Pemberdayaan lembaga kontrol, seperti DPR, DPRD, dan LSM yang bertanggungjawab serta penggusutan kasus mafia peradilan yang melibatkan petinggi negara.
c. Penyempurnaan materi, sarana, dan prasarana penegakan hukum seperti inventarisasi kekayaan negara, audit kekayaan pejabat, dan lain sebagainya.
d. Pembangunan budaya dan kesadaran hukum di kalangan masyarakat dengan menghentikan kasus suap-menyuap pada persoalan hukum.

4. Reformasi dalam Bidang Ketatanegaraan
Upaya yang dilakukan dalam bidang ketatanegaraan pada prinsipnya adalah mengembalikan fungsi, kedudukan, dan wewenang lembaga tinggi dan tertinggi negara seperti yang diatur dalam UUD 1945. Adapun usaha yang ditempuh sebagai berikut.
a. Mengembalikan kedudukan MPR Usaha-usaha untuk mengembalikan kedudukan MPR dilakukan dengan cara berikut ini.
1) Mengubah konsep dan bentuk MPR. Pahl ditekankan bahwa mayoritas anggota MPR adalah hasil pemilu secara jurdil dan Luber serta bukan berdasarkan penunjukkan.
2)  Mengurangi jumlah keanggotaan MPR dari 1.000 orang menjadi 700 orang demi efisiensi dan mendapatkan kinerja yang lebih produktif, efiesien, dan efektif.
3)  Memisahkan pimpinan MPR dari pimpinan DPR. Pada hakikatnya kedudukan MPR lebih tinggi daripada kedudukan DPR.
4)  MPR harus mendengarkan, membahas, dan menyikapi secara kritis tiap laporan pertanggungjawaban yang diberikan oleh presiden sebagai mandataris MPR.
5)  Pimpinan MPR didampingi oleh suatu Badan Pekerja Permanen yang mencerminkan komposisi keanggotaan MPR dalam menjalankan tugasnya.
b. Lembaga eksekutif (presiden)
Usaha-usaha untuk mengembalikan kedudukan lembaga eksekutif dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut.
1) Mengatur mekanisme fungsi dan kewenangan presiden sebagai lembaga eksekutif melalui peraturan perundangan yang berlaku.
2)  Membatasi masa jabatan presiden, yaitu sebanyak dua kali masa jabatan saja.
3)  Presiden harus selalu mendapatkan persetujuan dari DPR dalam menjalankan tugas dan kedudukannya, seperti mengangkat pimpinan perang, menyatakan 'keadaan damai, perang, mengangkat duta dan konsul, menerima duta dari negara lain, memberi grasi, amnesti, abolisi, rehabilitasi, dan memberikan penghargaan, gelar serta tanda jasa.
4)  Lembaga kepresidenan tidak melakukan monopoli atas penafsiran Pancasila sebagai dasar negara ataupun UUD 1945 sebagai konstitusi dasar.
5)  Presiden dilarang menjadi pembina partai politik tertentu demi menjaga netralitas dan menghindari subjektivitas dalam pemerintahan.
c.  Pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK)
Sesuai dengan amandemen UUD 1945 yang telah dilakukan, kekuasaan DPA dihapuskan diganti badan baru, yaitu Mahkamah Konstitusi. Pembentukan Mahkamah Konstitusi diatur dalam UU No. 24 Tahun 2003. Mahkamah Konstitusi berwenang sebagai penjaga dan penafsir konstitusi negara, seperti menguji UU yang akan diterbitkan, memutus segala sengketa antarlembaga negara, termasuk sengketa dan permasalahan dalam pernilu.
d,  Lembaga Eksaminatif (BPK)
Berikut ini usaha-usaha untuk mengembalikan kekuasaan BPK.
1)  Pengangkatan anggota dan pimpinan BPK dikonsultasikan dengan DPR.
2)  Mengadakan seleksi yang ketat demi mendapatkan anggota BPK yang profesional dan mampu menjalankan tugasnya dengan maksimal.
e.  Lembaga Yudikatif (Mahkamah Agung)
Untuk mengembalikan kedudukan lembaga yudikatif, dilakukan tindak an berikut ini.
1) Para hakim tidak lagi menjadi pegawai negeri sipil tetapi menjadi pejabat negara yang keanggotaan dan pimpinannya dilakukan atas persetujuan DPR.
2) Penghilangan dualisme kekuasaan dalam pengadilan.
3) Dibentuk Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang bertugas mengadakan pengadilan atas penyalahgunaan wewenang aparat negara.

5. Pelaksanaan Otonomi Daerah pada Masa Reformasi
Salah satu agenda reformasi adalah tercapai pelaksanaan otonomi daerah yang sesungguhnya. Usaha awal dilakukan pemerintah adalah menerbitkan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Penerbitan undang-undang tersebut dilakukan pada masa pemerintahan B. J. Habibie. Pada masa Orde Baru, pelaksanaan otonomi daerah lebih mengedepankan otonomi daerah sebagai kewajiban daripada hak (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974). Sebaliknya, Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 menekankan arti penting kewenangan daerah dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat melalui prakarsanya sendiri. Beberapa hal yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sebagai berikut.
a. Pemberdayaan masyarakat. Melalui pemberdayaan masyarakat akan menumbuhkan prakarsa dan kreativitas secara aktif serta meningkatkan peran dan fungsi Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu, dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, otonomi daerah diletakkan secara utuh pada daerah otonom yang lebih dekat dengan masyarakat, yaitu Daerah Tingkat II (Daerah Kabupaten dan Daerah Kota).
b. Sistem otonomi yang dianut adalah otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Semua kewenangan pemerintah, kecuali bidang politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan fiskal, serta agama dan bidang- bidang tertentu diserahkan kepada daerah secara utuh, bulat dan menyeluruh, yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
c. Daerah otonom rnempunyai kewenangan dan kebebasan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Daerah Tingkat I atau yang setingkat, diganti menjadi daerah provinsi dengan kedudukan sebagai daerah otonom yang sekaligus wilayah administrasi. Wilayah administrasi, yaitu wilayah kerja gubernur dalam melaksanakan fungsi-fungsi kewenangan pusat yang didelegasikan kepadanya.
d. Pemerintah daerah terdiri atas kepala daerah dan perangkat daerah lainnya. DPRD bukan unsur pemerintah daerah. DPRD mempunyai fungsi pengawasan, anggaran, dan legislasi daerah. Kepala daerah dipilih dan bertanggung jawab kepada DPRD. Gubernur selaku kepala wilayah administratif bertanggung jawab kepada presiden.
e. Peraturan Daerah ditetapkan oleh kepala daerah dengan persetujuan DPRD sesuai pedoman yang ditetapkan pemerintah. Peraturan Daerah tidak perlu disahkan oleh pejabat yang berwenang.
f. Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan atau digabung dengan daerah lain. Daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah yang ditetapkan dengan undang-undang.
g. Tiap daerah hanya dapat memiliki seorang wakil kepala daerah, dan dipilih bersama pemilihan kepala daerah dalam satu paket pemilihan oleh DPRD.
h. Daerah diberi kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, pendidikan, dan pelatihan pegawai sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah, berdasarkan nama, standar, prosedur yang ditetapkan pemerintah.

Harapan yang ingin dicapai dari pelaksanaan otonomi daerah adalah kemandirian yang kuat pada masing-masing daerah di Indonesia. Pelaksanaan otonomi daerah juga diharapkan dapat mengelola dan menyejahterakan masyarakat serta tercapainya peran dan partisipasi masyarakat yang lebih besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

0 komentar: